

Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertujuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata. Pada bidang kehutanan, telah terbit peraturan turunan dari UUCK yaitu Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan dan Peraturan Menteri LHK No. 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi. Undang-Undang Cipta Kerja beserta peraturan turunannya telah menjadi instrumen kebijakan dan program pelaksanaan pembangunan lingkungan hidup dan kehutanan.
Terobosan-terobosan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK No. 8 Tahun 2021 yaitu meliputi: Perizinan Berusaha Berbasis Resiko; Satu Perizinan Berusaha untuk Multiusaha; Jangka Waktu Perizinan Berusaha maksimal; Pembatasan Luas & Jumlah Perizinan Berusaha; Iuran Perizinan Berusaha Single Tarif; dan Perubahan Luas Areal Perizinan Berusaha.
Pada konteks pembangunan kehutanan secara nasional, Peraturan Perundang-undangan ini memberikan kesempatan berusaha dalam hal: pemanfaatan Kawasan; pemanfaatan jasa lingkungan; pemanfaatan serta pemungutan hasil hutan kayu dan non kayu; kepada satu pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) di suatu lokasi, melalui multiusaha kehutanan.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang juga saat ini menjabat sebagai Ketua Presidium Dewan Kehutanan Nasional (DKN), Bambang Hendroyono, saat mewakili Menteri LHK, membuka Seminar Nasional yang diadakan dalam rangka menuju Kongres Kehutanan Indonesia (KKI) VII Tahun 2022 “Potensi Lonjakan Kontribusi Multiusaha Kehutanan Bagi Kesejahteraan Bangsa”, yang diadakan secara virtual pada Kamis 17 Maret 2022. Seminar Nasional tersebut diselenggarakan oleh Kamar Bisnis DKN bekerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI).
Bambang Hendroyono menjelaskan bahwa Kinerja sub sektor kehutanan pada kuartal keempat Tahun 2021 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama pada Tahun 2020. Peningkatan tersebut meliputi produksi kayu bulat, produksi kayu olahan, produksi HHBK dan nilai ekspor produk kehutanan.
Produksi kayu bulat baik dari Hutan Alam (HA) maupun Hutan Tanaman (HT) pada Tahun 2020 yaitu 53,12 juta meter kubik, dan untuk tahun 2021 capaiannya meningkat hingga tercapai 55,51 juta meter kubik. Jika dilakukan perbandingan dari tahun 2020 peningkatannya kurang lebih 6,34%. Kemudian, nilai ekspor produk kehutanan secara akumulatif dibanding tahun lalu meningkat mencapai 32,66%, dimana hingga pada kuartal keempat Tahun 2020, yaitu: 11,05 juta USD, menjadi 14,68 juta USD pada awal kuartal keempat Tahun 2021. Sementara, produksi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) pada tahun 2020 yaitu 558 ribu ton, dan pada tahun 2021 yaitu 681 ribu ton, atau meningkat sebesar 22,1%.
Perkembangan jumlah Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) yang ada saat ini berjumlah 567 Unit terdiri dari PBPH Pemanfaatan Kayu yang Tumbuh Alami sebanyak 257 Unit dan PBPH pemanfaatan kayu budidaya tanaman sebanyak 294 Unit, dan PBPH kegiatan Restorasi Ekosistem sebanyak 16 Unit. Jumlah tersebut belum termasuk beberapa izin silvopastura yang akhirnya akan menjadi perizinan berusaha pemanfaatan hutan untuk kegiatan pemanfaatan kawasan.
Dari jumlah 257 unit PBPH yang ada saat ini, sebanyak 49 Unit PBPH (9%) dikategorikan TIDAK AKTIF. Terhadap Unit PBPH yang dikategorikan TIDAK AKTIF, pemerintah mengeluarkan kebijakan Konsep 5 (Lima) PILAR PENGELOLAAN HUTAN LESTARI, yaitu kepastian Kawasan, jaminan berusaha, peningkatan produktivitas, diversifikasi produk dan peningkatan daya saing. Melalui pendekatan konsep tersebut, maka PBPH akan meningkat kinerjanya sehingga optimalisasi pemanfaatan hutan lindung dan hutan produksi secara lestari merupakan suatu keniscayaan.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Indroyono Soesilo, dan juga selaku Ketua Forum Komunikasi Masyarakat Perhutanan Indonesia (FKMPI) menjelaskan Sektor kehutanan saat ini telah memasuk era baru. Terbitnya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja memberikan momentum penting untuk mewujudkan terobosan pemanfaatan hutan melalui Multiusaha Kehutanan, sebagaimana diatur dalam PermenLHK No. 8 Tahun 2021 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan di Hutan Lindung dan Hutan Produksi.
Peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja ini mengintegrasikan pemanfaatan berbagai hasil hutan yakni pemanfaatan kawasan, hasil hutan kayu dan bukan kayu, jasa lingkungan dan pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu atau Multiusaha Kehutanan dalam 1 (satu) Izin Berusaha melalui Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
Selain mengoptimalkan pemanfaatan ruang kelola areal izin, penerapan multiusaha kehutanan akan lebih mendorong keberterimaan sosial dalam pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Kebijakan multiusaha kehutanan akan memberikan akses dan ruang yang lebih besar bagi masyarakat sekitar hutan untuk bekerjasama dengan perusahaan. Dalam konteks ini, pendekatan inklusif akan menjadi keniscayaan dalam pengelolaan hutan yang mengintegrasikan fungsi produksi, ekologi dan sosial.
Dalam pemaparannya, dijelaskan juga bahwa :
1. Ekspor produk kehutanan Indonesia pada tahun 2021 mencapai rekor tertinggi sepanjang sejarah, tercatat sebesar 13,57 miliar dolar AS, naik sebesar 22,5 % jika dibandingkan dengan nilai ekspor pada tahun 2020 yang sebesar 11,05 miliar dolar AS. Hal paling menarik dan membanggakan adalah bahwa rekor tertinggi dicapai pada saat pandemi Covid-19 melanda dunia. 4
2. Di awal tahun 2022, ekspor produk hasil hutan terus melanjutkan kinerja yang positif. Sampai dengan Februari 2022, nilai ekspor mencapai 2,41 milliar dollar AS, mengalami kenaikan ekspor sebesar 23,1 % di bandingkan Februari 2021 (1,95 milliar dollar AS)
3. Kinerja positif juga tercermin di sektor hulu, untuk produksi kayu alam sampai dengan Februari 2022 tercatat 486,43 ribu m3, naik 22,3 % dibandingkan Februari 2021 (397,66 ribu m3). Demikian juga dengan produksi kayu dari HTI, sampai Februari 2022 tercatat 7,07 juta m3, naik 5,9 % dibandingkan Februari 2021 (6,67 juta m3).
Hadir sebagai Pembicara dalam seminar tersebut Sekretaris Jenderal Kementerian LHK, Bambang Hendroyono; Asisten Deputi Bidang Pengolahan Produk Kehutanan dan Jasa Lingkungan, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Zaenudin; Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian, M. Takdir Mulyadi; dan Sekretaris Jenderal Pengembangan Ekonomi dan Investasi Desa, Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Sudrajat.
Seminar nasional yang digagas oleh Kamar Bisnis DKN bekerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dengan tema “Potensi Lonjakan Kontribusi Multiusaha Kehutanan bagi Kesejahteraan Bangsa”, 3 diselenggarakan sebagai salah satu rangkaian kegiatan Pra-Kongres untuk turut memeriahkan gelaran KKI VII sekaligus menjaring aspirasi, ide dan gagasan dan pengkayaan materi KKI VII yang mengambil tema “Lestarikan Hutan, Jaga Bumi untuk Kesejahteraan Bangsa”. Bahan paparan dari narasumber yang hadir pada seminar nasional tersebut dapat diunduh pada link : https://drive.google.com/drive/folders/1_RJATo3LTKoYzncOGMYJyThXcb3rpIwk?usp=sharing .